Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana | Spot Writer

Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana

Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana
Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana
Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana Menganalisis sebuah tema dalam sebuah karya sastra membutuhkan berbagai aspek pendekatan, tentu tidak bijaksana jika menentukan tema sebuah karya sastra hanya melihat dari satu aspek karena seperti yang diketahui karya sastra tidak bersifat kaku. Jadi dalam menganalisis tema seorang pembaca mempunyai gaya apresiasi tersendiri dalam menanggapi karya tersebut dan tentu saja sebelum menanalisis sebuah tema haruslah terlebih dahulu mengerti apa itu tema. Tema menurut Stanton (1965:20) dan Kenny (1966:88) adalah makna keseluruhan yang di dalam cerita. Jadi langkah awal untuk mengetahui tema sebuah karya adalah dengan membaca keseluruhan isi cerita tersebut dan mulai memahami apa yang ingin disampaikan pengarang dalam karyanya. (baca juga; Hakikat Tema dan Tingkatan Tema Menurut Shipley)
Cerpen “Mendiang” karya S.N Ratmana tergolong unik karena mempunyai banyak tema dan pesan yang ingin disampaikan. Cerita pendek tersebut seolah kisah dari sebuah novel yang panjang kemudian diekstrak dan dipadatkan. Jadi, tak heran jika saat membaca cerpen tersebut kita menemukan banyak tema dan banyak makna yang disampaikan.
Cerita mendiang ini diawali dengan seorang guru yang mengunjungi mantan muridnya yang telah meninggal dunia dan saat itulah diceritakan bagaimana kehidupan si almarhum yang ternyata pernah mencintai sang guru tersebut. Dalam cerita tersebut cinta si murid tak tersampai sehingga pada akhirnya ia menikah dengan orang lain.
Menurut saya cerita ini bertema kesetaraan gender. Walaupun hal ini hanya disinggung sedikit dalam cerita akan tetapi bagi hal inilah yang paling kental dalam cerita tersebut disamping kegelisahan pengarang terhadap kematian.

Feminisme yang Kental

Dalam cerita tersebut terdapat penggalan yang menandakan feminisme yang sangat kental yaitu:
“Dalam bercinta saya tidak mau bersikap pasif seperti gadis-gadis lain. Aku merintis perombakan cara-cara bercinta. Kalau saya jatuh cinta pada seseorang pria langsung saya datangi, saya ajak ngobrol, saya ajak nonton bioskop. Malah kalau perlu saya belikan rokok, sepatu dan lain-lain. Toh sayalah yang membutuhkannya, mengapa harus bersikap pasif?”
Terlihat jelas bagaimana presepsi Wati tentang percintaan. Oleh sebab itu dari awal cerita ia selalu mengejar-ngejar cinta sang guru walau ia dihina sampai diancam ingin disiram oleh orang yang ia kejar.
Pengejaran Wati ternyata sampai pada batas akhir dimana ia mulai menyerah untuk mengejar sang guru. Ia mulai menjauh karena sadar cintanya tak dibalas.
“Sejak saat itu dia benar-benar tidak penah datang lagi ke rumah pondokanku. Dan di sekolah dia selalu membuat jarak dengan aku.”
Ini tergambar jelas bagaimana Wati sudah menyerah mengejar cintanya mungkin ia mulai menyadari hakikat dan kodrat seorang wanita. Sikapnya pun berubah menjadi pemalu.
“.......dia seolah menjadi pelajar yang pemalu. Selalu menunduk jika bertemu pandang denganku.”
Dan di akhir cerita, setelah sang guru sudah tidak bertemu dengan Wati selama hampir 6 tahun barulah ia bertemu dengn Wati di sebuah ruang tunggu rumah sakit. Dengan wati besama suaminya. Dalam pertemuan tersebut sang guru agak sukar mengenali wati karena ia sudah berubah, mulai dari fisiknya sampai cara ia bersikap.
“.....Wati tiba-tiba muncul di hadapanku dengan begitu banyak perubahan.... ia nampak lebih cantik.”
Memang tidak digambarkan bagaimana reaksi sepenuhnya dari sang guru akan tetapi jika ia mengakui orang yang mengejar-ngejarnya dulu terlihat lebih cantik tentu tebersit sedikit penyesalan dalam hatinya mengapa dulu perempuan ini ia tolak. Menurut pemahaman saya saat membaca cerpen ini si Wati tidaklah terlihat cantik hanya karya fisiknya yang berubah akan tetapi wataknyalah yang mulai melembut tidak seagresif saat ia masih mengejar sang guru sehingga tercerminlah karakter yang anggun. Hal ini terlihat saat ia menyapa sang guru untuk pertama sekali.
Cerpen ini tergolong unik karena dari tema feminisme yang kita bicarakan di atas ternyata cerpen ini dibalut oleh tema kegelisahan pengarang terhadap kematian. Ini terlihat dalam penggalan yang bercerita saat sang guru melayat ke rumah Wati
“Mungkinkah aku akan menemui akhir hayat seperti Wati, disingkirkan sanak keluarga dan begitu asing.”

Inilah yang menjadikan cerpen ini unik atau bahkan aneh dimana cerita cinta yang diperjuangkan seorang wanita yang bercirin kesetaraan gender dibalut dengan kegelisahan pengarang akan kematian. Jadi, menurut saya cerpen ini tetap bertema feminisme dan kesetaraan gender karena memang hal inilah yang paling kental. Untuk lebih memahami lagi mengenai cerpen Mendiang ada baiknya jika pembaca membaca sendiri keseluruhan isi cerita kaya Ratmana ini.

Cerpen Mendiang S.N Ratmana

0 Response to "Analisis Tema Cerpen Mendiang Karya S.N Ratmana"

Post a Comment